IT Workers di Indonesia

Saya sebagai salah seorang IT Worker atau pekerja TI, sekedar ingin sharing mengenai permasalahan yang dihadapi oleh IT Workers di Indonesia. Sebelum membahas hal tersebut, jenis-jenis pekerjaan di bidang TI antara lain:

  1. Teknisi Komputer
  2. Programmer
  3. System Analyst
  4. Peneliti
  5. Dosen
  6. Administrator (Database Administrator, Administrator Jaringan, Security Administrator, dan lain sebagainya)
  7. IT Consultant
  8. IT Art/Designer
  9. dan masih banyak lagi.

Apakah karakteristik yang harus dimiliki oleh IT Workers? Untuk menjadi seorang pekerja TI, karakteristiknya sama seperti pekerja di bidang lain, yaitu soft skill dan hard skill yang baik. Soft skill dapat dibilang sebagai personality dari pekerja tersebut, yang mencakup intrapersonal dan interpersonal skill. Sedangkan hard skill adalah pengetahuan dan kemampuan teknis berdasarkan bidang yang digeluti. Untuk menjadi pekerta TI tidaklah harus orang yang berasal dari bidang TI, tidak menutup kemungkinan orang yang berasal dari bidang lain namun mempelajari TI secara otodidak dapat menjadi seorang pekerja TI.

Pada proses rekruitmen karyawan, kompetensi teknis (hard skill) lebih mudah diseleksi. Kompetensi ini dapat langsung dilihat pada daftar riwayat hidup, pengalaman kerja, indeks prestasi, dan keterampilan yang dikuasai. Untuk soft skill biasanya dievaluasi oleh psikolog melalui psikotes dan wawancara. Hasil dari psikotes ini, walaupun tidak dijamin 100% benar namun sangat membantu perusahaan dalam menempatkan ‘the right person in the right place’. Disamping itu, sertifikasi juga sangat mempengaruhi perusahaan dalam menerima seorang pegawai. Sertifikasi yang dimiliki oleh pekerja TI, misalnya CCNA (Cisco), OCP (Oracle), dan sertifikasi keahlian internasional yang lain meningkatkan kredibilitas seorang pekerja TI di mata pemberi kerja (perusahaan).

Lantas, apakah IT Workers selalu bekerja pada perusahaan yang bergerak di bidang IT? Tentu tidak. Mengingat peran IT yang sudah merambah ke segala bidang, banyak perusahaan yang sudah menyadari pentingnya teknologi informasi bagi perusahaannya. Sehingga lapangan kerja bagi pekerja TI pun semakin luas. Lantas sudah mapankah pekerja TI di Indonesia dibandingkan dengan negara lain? Untuk menjawab hal tersebut, berdasarkan survei media teknologi ZDNet Asia yang dimuat dalam http://nasional.kompas.com/read/2011/01/07/16033924/Gaji.Pekerja.IT.Indonesia.Paling.Rendah  menyatakan bahwa rata-rata gaji pekerja TI di Indonesia paling rendah di antara negara-negara lain di kawasan Asia. Gaji pekerja TI Indonesia juga menduduki peringkat paling bawah dari delapan negara yang disurvei (China, Hongkong, India, Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, dan Thailand). Untuk mendapatkan gambaran mengenai gaji rata-rata tahunan pekerja TI di Indonesia dapat dilihat di http://tekno.kompas.com/read/2012/04/25/19130733/Ini.Daftar.Gaji.Pekerja.TI.di.Indonesia.

Selain permasalahan standard gaji yang berada di bawah standard gaji negara lain, salah satu permasalahan IT Workers di Indonesia adalah mengenai stigma yang melekat pada pekerja TI yang dipandang sebagai pegawai yang serba bisa, dari mulai memperbaiki komputer yang bermasalah, reparasi printer yang ngadat, sampai dengan menangani jaringan yang bermasalah. Pandangan yang salah dari pegawai lain ataupun perusahaan mengenai pekerja TI yang PALUGADA (apa lu mau gue ada) ini biasanya terdapat pada perusahaan yang bergerak di bidang non-IT. Sebenarnya IT Workers sendiri memiliki spesifikasi keahlian masing-masing, ahli jaringan, hardware, sistem (analis sistem, programmer, dan lain sebagainya), maupun spesifikasi keahlian yang lain.

Di samping itu, salah satu permasalahan IT Workers di Indonesia adalah masalah jenjang karir yang tidak standar atau merata. Hal ini biasanya terdapat pada perusahaan yang menganggap IT hanya sebagai pelengkap dari bisnis yang dijalankannya, bukan sebagai penunjang proses bisnis perusahaannya ataupun competitive advantage untuk menangani persaingan dari perusahaan serupa. Jenjang karir yang tidak jelas ini tentunya akan berimbas pada gaji yang diperolehnya. Gaji yang tidak setara dengan beban kerja yang ditanggung (stigma PALUGADA), akan membuat IT workers berpikir ulang untuk bertahan pada perusahaan tersebut, sehingga munculah fenomena “kutu loncat” di kalangan pekerja TI di Indonesia. Tidaklah heran pekerja TI berpindah dari perusahaan satu ke perusahaan yang lain dikarenakan merasa hak yang diperolehnya tidak sesuai dengan kewajiban yang dilaksanakan. Namun di Indonesia juga sudah banyak perusahaan non-IT yang sudah memiliki jenjang karir yang jelas bagi pekerja TI-nya, misalnya perusahaan di bidang perbankan yang sudah menyadari betapa pentingnya IT bagi bisnisnya, tidak hanya sebagai pelengkap, akan tetapi sebagai penunjang proses bisnis perusahaannya dan juga sebagai competitive advantage yang dapat menjaring nasabah dari bank yang lain. Perusahaan tersebut sudah memberikan jenjang karir bagi pekerja TI-nya, misalnya Junior Analyst, Senior Analyst, Junior Programmer, Senior Programmer, dan lain sebagainya. Dengan adanya jenjang karir tersebut tentunya juga akan berpengaruh pada gaji yang diterima pada masing-masing jenjang karir tersebut, sehingga setidaknya dapat memberikan motivasi kepada pekerja IT perusahaannya untuk dapat bekerja dengan baik sehingga dapat naik jabatan. Setidaknya mereka mempunyai gambaran, tahapan karir seperti apa yang akan dititinya.

Sebagai pekerja TI, tentunya saya berdoa semoga makin banyak perusahaan yang menyadari peran IT workers dengan tidak memandang pekerja TI merupakan manusia super yang serba bisa, dan tentunya juga dengan memperhatikan jenjang karir dan imbalan/bayaran yang sesuai dengan beban pekerjaan. Dan tentu saja, sebagai pekerja TI, Pe-eR kita adalah dengan mengasah skill agar tidak terlindas persaingan dengan semakin banyaknya pekerja TI yang ada sekarang ini. Demikian tulisan saya, semoga bermanfaat. 🙂